Pendapat Hukum atas Dugaan Penyalahgunaan Wewenang oleh Oknum Polisi di Polda Papua

Pendapat Hukum atas Dugaan Penyalahgunaan Wewenang oleh Oknum Polisi di Polda Papua

Wednesday, September 24, 2025


Jakarta 25 September 2025

Pendapat Hukum atas Dugaan Penyalahgunaan Wewenang oleh Oknum Polisi di Polda Papua
Oleh: Dr. Surya Wiranto, SH MH
 
I. Konteks Permasalahan
Kasus yang menimpa Ahmad, S.E., menunjukkan adanya dugaan kuat terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh aparat kepolisian di lingkungan Polda Papua. Ahmad sejatinya masih berstatus saksi dalam perkara yang pada mulanya merupakan sengketa perdata antara dirinya dengan M. Aksan (anggota DPRD Jayapura), yang kemudian dipaksakan masuk ke ranah pidana dengan tuduhan penipuan proyek. Fakta bahwa aparat mendatangi rumah tanpa tata cara prosedural, melakukan tindakan penggeledahan secara paksa, bahkan penganiayaan fisik yang mengakibatkan luka serius, menimbulkan dugaan adanya pelanggaran hukum acara pidana, hukum pidana, hukum etik kepolisian, serta pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Tindakan melarang Ahmad untuk melakukan visum et repertum juga merupakan bentuk obstruction of justice karena menghalangi alat bukti sah yang dapat dipergunakan dalam proses hukum. Peristiwa ini memperlihatkan persoalan serius dalam perlindungan warga sipil terhadap tindakan sewenang-wenang aparat penegak hukum, yang justru seharusnya menjunjung asas due process of law dan prinsip equality before the law sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D UUD 1945 dan Pasal 3 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.


2. Analisis Masalah

Pertama, dari segi hukum acara pidana, KUHAP mewajibkan aparat kepolisian untuk menyampaikan surat pemanggilan dan surat perintah penangkapan yang sah, jelas, dan menyebutkan pasal yang disangkakan. Dalam kasus ini, surat panggilan tidak menjelaskan secara spesifik pasal yang diterapkan. Hal ini menyalahi Pasal 18 ayat (1) KUHAP yang mengatur bahwa penangkapan harus didasarkan pada surat perintah yang sah dan jelas deliknya.


Kedua, dugaan penganiayaan terhadap Ahmad memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP (penganiayaan) dengan pemberatan sesuai Pasal 52 KUHP karena dilakukan oleh pejabat dalam menjalankan tugasnya, serta Pasal 422 KUHP yang melarang pejabat memaksa seseorang untuk mengaku dengan kekerasan. Perbuatan ini tidak hanya mencederai prinsip keadilan, tetapi juga menunjukkan adanya kriminalisasi oleh aparat yang seharusnya melindungi hak-hak saksi.


Ketiga, dari segi hukum etik, perbuatan oknum polisi yang memasuki rumah tanpa izin, merusak fasilitas, menggeledah tanpa surat perintah sah, serta menghina orang tua korban dengan kata-kata kasar, jelas melanggar Kode Etik Profesi Polri sebagaimana diatur dalam Perkap No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.


Keempat, dari perspektif HAM, peristiwa ini mencerminkan pelanggaran serius terhadap Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 yang menjamin setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, dan harta benda. Selain itu, dilarangnya Ahmad memperoleh akses visum merupakan pelanggaran terhadap Pasal 9 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM terkait hak atas kesehatan, serta bertentangan dengan prinsip-prinsip dalam Konvensi Menentang Penyiksaan (CAT) 1984 yang sudah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 5 Tahun 1998.


3. Solusi dan Langkah Hukum.

Untuk memastikan adanya akuntabilitas aparat penegak hukum dan pemulihan hak korban, beberapa langkah konkret dapat ditempuh:

a. Laporan Pidana
Melaporkan oknum aparat ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Papua atau langsung ke Bareskrim Polri terkait dugaan tindak pidana penganiayaan (Pasal 351 KUHP), penyalahgunaan wewenang (Pasal 52 KUHP), serta pemaksaan dengan kekerasan (Pasal 422 KUHP).

b. Laporan ke Propam Mabes Polri
Mengajukan laporan resmi ke Divisi Propam Polri agar dilakukan pemeriksaan etik dan disiplin terhadap oknum yang terlibat, sekaligus meminta perlindungan hukum bagi keluarga Ahmad dari potensi intimidasi lanjutan.

c. Gugatan Perdata Ganti Rugi
Ahmad beserta keluarganya dapat mengajukan gugatan perdata berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata (Perbuatan Melawan Hukum) atas kerugian materiil dan immateriil, baik terhadap individu pelaku maupun institusi kepolisian.

d. Pengaduan ke Komnas HAM dan LPSK
Kasus ini dapat dilaporkan ke Komnas HAM untuk dilakukan investigasi dugaan pelanggaran HAM, serta meminta perlindungan saksi dan korban dari LPSK guna menjamin keamanan Ahmad dan keluarganya selama proses hukum berjalan.

e. Jalur Internasional (Opsional)
Apabila tidak ada penyelesaian yang adil di tingkat nasional, kasus ini dapat dikomunikasikan ke Pelapor Khusus PBB tentang Penyiksaan sebagai bagian dari mekanisme internasional perlindungan HAM.


4. Aksi yang Direkomendasikan

Wawasan Hukum Nusantara (WHN), yang telah mengerahkan ratusan pakar hukum pidana, dapat segera membentuk Tim Advokasi HAM untuk Kasus Ahmad dengan langkah-langkah sebagai berikut: melakukan investigasi lapangan, mengumpulkan bukti visum dan kesaksian saksi mata, mengajukan pra-peradilan atas tindakan penangkapan yang tidak sah, serta mengawal proses etik di Propam. Pendekatan litigasi harus disertai advokasi publik melalui konferensi pers, agar kasus ini mendapat perhatian masyarakat luas dan mencegah impunitas aparat.


5. Penutup

Kasus Ahmad merupakan alarm keras bahwa praktik penyalahgunaan wewenang oleh aparat kepolisian masih terjadi di daerah-daerah konflik dan rentan seperti Papua. Penegakan hukum yang tegas, transparan, dan adil merupakan kunci untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum. Oleh karena itu, langkah hukum yang sistematis—baik pidana, perdata, etik, maupun HAM—wajib ditempuh agar hak-hak korban dapat dipulihkan, pelaku dihukum, dan praktik serupa tidak terulang.

 
📚 Daftar Pustaka

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
3. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
4. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
5. UU No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan.
6. Perkap No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
7. KUHPerdata Pasal 1365 tentang Perbuatan Melawan Hukum